BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Krisis
moneter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah berkembang menjadi
krisis multi dimensi termasuk perekonomian sehingga menyebabkan banyak perbankan
dan perusahaan besar menjadi bangkrut akibat lemahnya implementasi good
corporate governance. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain adalah minimnya
keterbukaan perusahaan berupa pelaporan kinerja keuangan, kewajiban kredit dan
pengelolaan perusahaan terutama bagi perusahaan yang belum go public, kurangnya
pemberdayaan komisaris sebagai organ pengawasan terhadap aktivitas manajemen
dan ketidakmampuan akuntan dan auditor memberi kontribusi atas sistem
pengawasan keuangan perusahaan.
Lemahnya implementasi
good corporate governance akan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai
tujuannya berupa profit yang maksimal, tidak mampu mengembangkan perusahaan
dalam persaingan bisnis serta tidak dapat memenuhi berbagai kepentingan
stakeholders. Dan pada makalah ini lah kami
akan menyampaikan apa saja yang terkait dengan good corporate governance. Agar
perusahaan mengetahui cara mencapai prfit yang maksimal dan menjaga agar
perusahaan ataupu lembaganya tetap bisa aktif dalam menjalankan usahanya.
B.
Tujuan
Makalah ini di buat
dengan bertujuan agar kita semua mengetahui secara jelas tentang good corporate
gorvernance. Mengetahui tujuan serta manfaatnya. Lalu mengerti factor yang
berada dalam corporate governance. Serta mengetahui prinsip-prinsip, penerapan serta
perbedaan good coporate bank syariah dengan bank konvensional
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Corporate Governance
Tata Kelola Perusahaan (bahasa
Inggris: corporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan,
kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan,
serta pengontrolan suatu perusahaan atau
korporasi.[1]
Tata kelola perusahaan yang baik ( Good
Corporate Governance) di industry perbankan di diskripsikan sebagai suatu
hubungan antara komisaris dewan, dewan direktur eksekutif, pemangku kepentingan
(stakeholders), dan pemegang saham.[2]
Kata Corporate atau di-Indonesiakan menjadi Korporat adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan suatu organisasi bisnis yang memiliki status
sebagai badan hukum yang jelas. Sebagai badan hukum maka korporat adalah subyek
hukum yang menyandang hak dan kewajiban hukum sebagaimana diatur oleh peraturan
perundang-undangan mengenai Korporat. Di Indonesia, dikenal dari segi hukum
memiliki pengertian yang sedikit berbeda dengan istilah Company, atau
Perusahaan.
Aktifitas korporat ini dijalankan dan dikendalikan oleh 3 unsur yang secara
UU/40 2008 disebut 3 Organ Perseroan yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan
Komisaris, dan Direksi. Aktifitas ketiga Organ Perseroan inilah (dalam
menjalankan dan mengendalikan korporat) yang dikenal dengan istilah Governance.
Meski pada awalnya terdapat kesimpang-siuran kesamaan kata bahasa Indonesia
untuk istilah ini, namun sejak 2007, Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) resmi menggunakan istilah “Tatakelola” sebagai padanan kata resmi
untuk istilah Governance ini.
Dari uraian di atas, nampak bahwa istilah Tatakelola ini memiliki perbedaan
yang mendasar dengan istilah management, atau diindonesiakan menjadi
“manajemen”. Istilah manajemen digunakan untuk menggambarkan aktifitas Direksi
dan jajarannya sebagai badan eksekutif yang menjalankan operasi korporat
sehari-hari. Sementara istilah Tatakelola lebih ditujukan pada aktifitas yang
menggambarkan tata hubungan antara ketiga Organ Perseroan dan juga belakangan
oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) diarahkan juga untuk
menggambarkan tata hubungan antara korporat selaku badan hukum dengan
Stakeholders.
Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita, pengertian Corporate Governance
dapat dipahami sebagai aktifitas Organ Perseroan dalam menjalankan aktifitas
Korporasi sebagai badan hukum, baik secara intern maupun dalam hubungannya
dengan para pemangku kepentingan yang berada di luar korporat.
B.
Tujuan Good Corporate Governance
Penerapan prinsip-prinsip GCG akan meningkatkan citra dan kinerja
Perusahaan serta meningkatkan nilai Perusahaan bagi Pemegang Saham. Tujuan
penerapan GCG adalah:
1. Memaksimalkan nilai perusahaan (perbankan )dengan cara meningkatkan
penerapan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
dan kewajaran dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan;
2. Terlaksananya pengelolaan Perusahaan (perbankan)secara profesional dan
mandiri;
3. Terciptanya pengambilan keputusan oleh seluruh Organ Perusahaan yang
didasarkan pada nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
4.Terlaksananya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap stakeholders;
5. Meningkatkan iklim investasi nasional yang kondusif.
C.
Manfaat Corporate Governance Bagi Perusahaan
1.
Meminimalkan
Agency cost
Selama
ini pemegang saham harus menanggung biaya yang timbul sebagai akibat dari
pendelegasian kewenangan kepada manajemen. Biaya ini bisa berupa kerugian
karena manajemen menggunakan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadi
maupun berupa biaya pengawasan yang dikeluarkan perusahaan untuk mencegah
terjadinya hal tersebut.Bisya biaya inilah yang disebut dengan agency cost.
Dengan penyusunan struktur dan pembagian fungsi yang baik biaya ini dapat
ditekan serendah mungkin.
2.
Meminimalkan
cost of capital ( biaya modal )
Perusahaan yang dikelola dengan baik dan sehat akan menciptakan suatu referensi
positif bagi kreditor. Kondisi ini sangat berperan dalam meminimalkan biaya
modal yang harus ditanggung bila perusahaan mengajukan pinjaman. Hal tersebut
selain dapat memperkuat kinerja keuangan juga akan membuat produk perusahaan
yang dilepas ke pasaran menjadi lebih kompetitif.
3.
Meningkatkan
nilai saham perusahaan
Sebuah
perusahaan yang dikelola dengan baik akan menarik minat investor untuk
menanamkan modalnya. Sebuah survey yang dilakukan oelh Russell Reynolds
Associaties (1997) mengungkapkan bahwa kualitas komisaris adalah salah satu
faktor utama yang dinilai oleh investor institusional sebelum mereka memutuskan
untuk membeli saham. Hal ini akan terlihat terutama ketika seorang investor
bermaksud melakukan investasi untuk jangka waktu yang lama.
4.
Mengangkat
citra perusahaan
Adalah
salah jika kita berpendapat bahwa citra perusahaan bukan faktor penting yang
harus diperhatikan. Dalam beberapa kasus, biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk memperbaiki citra jauh lebih mahal ketimbang yang didapat dari
mengabaikannya.
D. Faktor-faktor dalam Good Corporate Governance
1. Pimpinan perusahaan
Faktor
pertama yang dapat mempengaruhi pemberian opini audit Going Concern dalam
Struktur Good Corporate Governance adalah mengenai pimpinan perusahaan. Dalam
suatu perusahaan pasti terdapat satu pimpinan dengan karakteristiknya sendiri
untuk mengatur kinerja perusahaan. Apabila sering terjadi pergantian pimpinan,
maka karakteristik gaya kepemimpinan yang diterapkan tiap – tiap pimpinan
kepada anak buahnya tentu saja akan berbeda – beda, sehingga akan mempengaruhi
kinerja perusahaan. Apabila kinerja perusahaan sudah terganggu, maka akan
berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan tersebut, karena sudah tidak ada
keseimbangan kinerja dalam perusahaan tersebut.
2. Faktor kepemilikan orang dalam (Insider Holding) dan faktor Blockholder.
Faktor
kedua yang dapat mempengaruhi pemberian opini audit Going-Concern dalam
Struktur Good Corporate Governance adalah adanya faktor kepemilikan orang dalam
(Insider Holding) dan faktor Blockholder. Faktor kepemilikan orang dalam dapat
mempengaruhi keputusan auditor dalam memberikan opini dari segi tekanan dan
pengaruh yang diberikan dari pemilik perusahaan kepada auditor dengan segala
cara untuk dapat merubah opini yang akan diberikan oleh auditor, demikian juga
dengan adanya faktor Blockholder. Blockholder disini adalah saham perusahaan
yang dimiliki oleh pihak luar perusahaan sekurang – kurangnya sebesar 5% dari
saham yang beredar. Dengan adanya kepemilikan saham tersebut, maka dari pihak
luar juga merasa memiliki bagian kekuasaan dari perusahaan tersebut, sehingga
keputusan pihak – pihak tersebut dapat menekan auditor untuk memberikan opini
audit sesuai dengan keinginan pihak luar tersebut.
3. Faktor komite audit
Faktor
ketiga yang dapat mempengaruhi pemberian opini audit Going-Concern dalam
Struktur Good Corporate Governance adalah faktor komite audit. Ada atau
tidaknya komite audit dalam suatu perusahaan dapat mempengaruhi auditor dalam
memberikan opini audit Going-Concern. Pengaruh yang diberikan komite audit
terhadap pemberian opini audit, dapat dilihat dari keefektifan dan keefisienan
kinerja komite audit itu sendiri dalam memeriksa dan membenarkan laporan audit
perusahaannya, atau dapat juga dilihat dari banyaknya pertemuan atau rapat komite
audit yang dilakukan. semakin sering dilakukan rapat atau pertemuan komite
audit, maka dapat memberikan pengaruh terhadap pemberian opini audit dari segi
kinerja komite audit, karena dengan semakin banyaknya dilakukan pertemuan atau
rapat tersebut, maka kinerja mereka akan semakin terlihat untuk membenahi
laporan keuangan yang salah untuk memajukan perusahaan.
4. Faktor Kelangsungan Hidup Perusahaan itu sendiri
Faktor
kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Didalam Faktor Kelangsungan Hidup
Perusahaan tersebut, terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terganggunya
hidup perusahaan, diantaranya adalah menyangkut mengenai laporan keuangan
perusahaan, masalah-masalah internal perusahaan seperti masalah karyawan,
sistem perusahaan, dan sebagainya, serta masalah-masalah eksternal seperti
masalah pada pemasok yang memberikan suplai kepada perusahaan,
peraturan-peraturan yang dapat merugikan perusahaan, dan sebagainya.
E.
Prinsip-Prinsip Corporate
Governance
Dalam pelaksanaan Good Coorporate Governance, perbankan menggunakan
prinsip-prinsip yang diperkenalkan oleh Organization for Economic Co-Operation
and Development (OECD), Komite Nasional GCG (KN-GCG) dan The Indonesian
Institute for Corporate Governance (IICG), serta Keputusan Menteri Negara BUMN
No. 117/M-MBU/2002, tanggal 1 Agustus 2002. Perusahaan menjabarkan
prinsip-prinsip GCG untuk pelaksanaan lebih lanjut dengan menggunakan Manual
GCG dan Board Manual. Prinsip-prinsip utama yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya
corporate governance yang baik adalah :
1.
Transparency (Transparansi) yaitu keterbukaan dalam
mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam tranparasi sebagai berikut:
a.
Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu,
memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh
stakeholders sesuai dengan haknya.
b.
Informasi yang harus diungkapkan meliputi hal-hal yang
bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi
keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendalian, cross
shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem
pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan pelaksanaan
GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank.
c.
Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak
mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi.
d.
Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan
kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh
informasi tentang kebijakan tersebut.
2.
Accountability (Akuntabilitas) yaitu kejelasan fungsi
dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan
secara efektif. Dalam
struktur organisasi Bank yang sesuai dengan accountability harus sesuai dengan
beberapa kriteria sebagai berikut:
a.
Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari
masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha
dan strategi perusahaan.
b.
Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank
mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya
dalam pelaksanaan GCG.
c.
Bank harus memastikan terdapatnya check and balance
system dalam pengelolaan bank.
d.
Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran
bank berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai
perusahaan (corporate values), sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki
rewards and punishment system.
3.
Responsibility (Pertanggung jawaban) yaitu kesesuaian
pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
pengelolaan Bank yang sehat.
4.
Professional (Profesional) yaitu memiliki kompetensi,
mampu bertindak obyektif, dan bebas dari pengaruh/tekanan dari pihak manapun
(independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank
syariah .
5.
Fairness (Kewajaran) yaitu keadilan dan kesetaraan
dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gambar1.1[3]
Adapun beberapa prinsip Islam yang mendukung bagi GCG atau tatakelola di
dunia perbankan adalah prinsip-prinsip syariah. Islam sangat intens mengajarkan
diterapkannya prinsip:
1.
Shidiq
Nilai ini
memastikan bahwa pengelolaan bank syari’ah dilakukan dengan moralitas menjujung
tinggi nilai kejujuran.
2.
Tabligh
Secara berkesinambungan
melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip,
produk, dan jasa perbankan syari’ah.
3.
Amanah
Nilai ini
menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana
yang diperoleh dari pemilik dana sehingga timbul rasa saling percaya antara
pihak pemilik dana dan pihak pengeola dana investasi.
4.
Fatanah
Nilai ini
memastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif
sehngga menghasilkan keuntungan maksimum
dalam tingkat risiko yang ditetapkan bank. [4]
’Adalah (keadilan), tawazun
(keseimbangan), mas’uliyah (akuntanbilitas) , akhlaq (moral) , hurriyah (independensi dan kebebasan yang
bertanggungjawab), ihsan (profesional), wasathan (kewajaran), idarah
(pengelolaan), khilafah (kepemimpinan), aqidah (keimanan), ijabiyah (berfikir
positif), raqabah (pengawasan), qira’ah dan ishlah(organisasi yang terus
belajar dan selalu melakukan perbaikan)[5]
.
F.
Penerapan GCG Di Perbankan
Syariah
Penerapan
Good Corporate Governance di lembaga perbankan syari’ah menjadi sebuah
keniscayaan yang tak terbantahkan. Bahkan bank-bank syariah harus tampil
sebagai pionir terdepan dalam mengimplementasikan GCG tersebut. Dalam kerangka
itulah IFSB (Islamic Financial Service Board), baru-baru ini mengekspose draft
GCG untuk Lembaga keuangan Syariah. Rencananya, draft tersebut akan disahkan
pada bulan November mendatang
Jika draft GCG tersebut disahkan, maka ia akan menjadi pedoman pelaksanaan
tata kelola perusahaan lembaga keuangan syariah di semua negara. Sebelum
disahkan, IFSB mengharapkan masukan dari para akademisi dan praktisi ekonomi
Islam di seluruh dunia. Kini draft tersebut sudah diekspose di tiga negara,
Inggris (london), Lebanon (Beirut), dan di Indonesia (Jakarta).
Pertumbuhan
dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin lama semakin meningkat.
Seiring dengan perkembangan yang cepat tersebut, satu hal perlu dicermati
adalah aspek Good Coorporate Govarnance (GCG) karena terkait dengan berbagai
macam resiko kerugian yang jika tidak diperhatikan akan merusak citra syariah
di masa depan dan menjerumuskan bank syariah ke jurang kehancuran.
Bank syariah yang semakin mekar
tersebut, wajib dicegah dari berbagai resiko kerugian, baik kerugian
finansial maupun resiko reputasi. Dr. Muliaman D Hadad, Deputy Gubernur BI,
berkali-kali mengingatkan pegiat bank syariah agar ekstra keras mengawal bank
syariah dari kemungkinan buruk di masa depan. Sekali sebuah lembaga
perbankan syariah bermasalah , maka citra bank syariah akan rusak. Untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat, dibutuhkan biaya besar dan waktu yang panjang.
Prof. Dr M.Umer Chapra dalam buku Corporate
Governance for Islamic Banking, menekankan pentingnya penerapan
Good Corporate Governance yang efektif di lembaga keuuangan syariah.
GCG adalah pilar penting yang harus diciptakan untuk mewujudkan bank syariah
yang unggul dan tangguh. Penerapan GCG semakin penting, karena konsep
bank syariah menggunakan risk sharing.
Menurut Umer Chapra, diantara
sarana pendukung corporate governance yang terpenting adalah kontrol
internal, manajemen resiko, tranparansi, akuntansi dan disclosure
pembiayaan, pemurnian dan audit syariah, regulasi dan pengawasan yang prudent.[6]
Pelaksaaan Good Corporate
Governance perbankan syariah tidak hanya dimaksudkan untuk memperoleh
pengelolaan bank yang sesuai dengan lima prinsip dasar dan sesuai dengan
prinsip syariah, akan tetapi juga di tujukan untuk kepentingan yang lebih luas.
Kepetingan ini antara lain adalah untuk melindungi kepentingan stakeholders dan
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan syariah.
Untuk penerapan GCG yang efektif di
lembaga perbankan syariah, maka Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru,
yaitu PBI Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah. PBI ini mulai diberlaukan terhitung sejak 1 Januari 2010. PBI
GCG Bank Syariah ini mengatur penerapan GCG bagi Dewan Komisaris, Direksi
dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) .
Tujuan
penerapan GCG di bank syariah adalah dalam rangka menciptakan kemaslahatan bank
syariah dan ekonomi umat dan bangsa di masa depan. Peraturan Bank Indonesia ini
tidak boleh dipandang sebagai upaya mempersulit tugas –tugas praktisi dan Dewan
Pengawas Syartiah. Dewan pengawas Syariah tidak boleh memaksakan diri menjadi
DPS kalau memang tidak mampu dan atau tidak punya waktu. Atribut
syariah memang terlalu sakral bagi pejuang dan da’i ekonomi syariah. Jika
bank syariah tercemar oleh penyimpangan dan masalah keuangan yang menyebabkan
runtuhnya salah satu bank syariah, maka citra syariah secara menyeluruh akan tergores.
Karena itu penerapan GCG bank syariah sudah merupakan tuntutan syariah
dan dakwah
G.
Perbedaan Antara Penerapan
GCG Di Bank Syariah Dan Bnak Konvensional
1. Bank
Syariah
a.
Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan
pengelolaan harta nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam
b.
Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah
maupun pengelolaan pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap
akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank
c.
Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan
prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang
Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
d.
Prinsip bagi hasil:
1)
Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu
akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi
2)
Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh
3)
Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah pendapatan
4)
Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil
5)
Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang
dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
2. Bank
Konvensional
a. Pada bank
konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan
berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah
diantaranya memperoleh spread yang optimal
antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest
difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh
tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga
kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit
diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga
perantara saja
b. Tidak adanya
ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah
karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang
c. Sistem
bunga:
1) Penentuan
suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk
pihak Bank.
2) Besarnya presentase
berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
3) Jumlah
pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat
keadaan ekonomi sedang baik
4) Eksistensi
bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
5) Pembayaran
bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan
oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Perbedaan implementasi GCG pada
perbankan syariah dan konvensional terletak pada syariah compliance yaitu kepatuhan
pada syariah. Sedangkan prinsip-prinsip transparansi,
kejujuran, kehati-hatian, kedisiplinan merupakan prinsip universal yang juga terdapat dalam aturan
GCG konvensional. Hasil penelitian Idat menunjukkan bahwa terjadi penurunan
kepatuhan Bank Syariah terhadap prinsip syariah.
Berdasarkan survey dan
penelitian mengenai preferensi masyarakat yang dilakukan oleh Bank Indonesia bekerja sama
dengan lembaga penelitian perguruan tinggi ditemukan adanya keraguan masyarakat
terhadap kepatuhan syariah oleh Bank Syariah. Komplain yang sering muncul adalah aspek
pemenuhan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah (sharia compliance). Salah satu pilar penting dalam
pengembangan bank syariah adalah syariah compliance. Pilar inilah yang menjadi
pembeda utama antara bank syariah dengan bank konvensional. Untuk menjamin teraplikasinya
prinsip-prinsip syariah di lembaga perbankan, diperlukan pengawasan syariah
yang diperankan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam pokok-pokok hasil penelitian Bank
Indonesia menyatakan bahwa nasabah yang menggunakan jasa Bank Syariah, sebagian
memiliki kecenderungan untuk berhenti menjadi nasabah antara lain karena
keraguan akan konsistensi penerapan prinsip syariah. Kepatuhan dan kesesuaian
Bank terhadap prinsip syariah sering dipertanyakan oleh para nasabah. Secara Implisit hal
tersebut menunjukkan bahwa praktik perbankan syariah selama ini kurang
memperhatikan prinsip-prinsip syariah, salah satu penyebab reputasi dan
kepercayaan masyarakat pada bank syariah hal ini juga akan berdampak pada
loyalitas masyarakat menggunakan jasa bank syariah.
Peningkatan reputasi dan
kepercayaan nasabah dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan perkembangan
bank syariah dan sekaligus sebagai prediksi keberhasilan bank syariah di masa
yang akan datang dalam rangka meningkatkan market sharenya.
Berdasarkan kondisi-kondisi
yang telah diuraikan, dapat diperoleh gambaran latar belakang atas permaalahan pada market share dan
penurunan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip
syariah pada bank syariah maka dengan mengimplementasikan syariah governance akan berdampak pada peningkatan
reputasi dan kepercayaan pada bank syariah yang pada akhirnya akan
meningkatkan market share bank syariah. Oleh karena itu tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui implementasi syariah governance serta implikasinya terhadap
reputasi dan kepercayaan pada bank Syariah.[7]
Dapat
di simpulkan bahwa GCG syariah dengan konvensional dapat perbedaan seperti :
1.
Konvensional : prinsip kehati-hatian
Syari’ah :
terdapatnya prinsip kepatuhan dan syariah.
2.
Konvensional : melindungi kepentingan tertentu.
Syari’ah :
adanya lembaga yang mengawasi seperti
DPS/DSN.
BAB III
KESIMPULAN
Krisis
ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997, disebabkan antara lain oleh
belum diterapkannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance oleh pelaku
ekonomi nasional. Sejalan
dengan era globaalisasi, maka prinsip-prinsip Good Corporate Governance
menempati posisi yang sangat penting bagi investor dalam melakukan penilaian
dan keputusan-keputusan investasinya.
Dengan
diterapkannya prinsip Good Corporate Governance maka akan menambah kepercayaan
dan keyakinan dari pemegang saham, seluruh stakeholder dan investor terhadap
perusahaan serta melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas/Manajer/Karyawan
dari tuntutan hokum dan dari campur tangan pihak-pihak tertentu diluar
mekanisme korporasi, karena segala sesuatunya dilaksanakan sesuai dengan
aturan.
Penerapan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance merupakan sarana untuk memperbaiki
citra buruk Indonesia, oleh karena itu kita harus berperan serta dalam mengubah
wajah bangsa, mengembalikan martabat yang telah lama hilang, yaitu melalui
penerapan Good Corporate Governance secara nyata dan konsisten.
Dengan
banyaknya manfaat penerapan GCG dalam Industri Perbankan Syariah dan sudah
cukupnya regulasi yang mengatur pelaksanaan GCG Industri Perbankan Syariah,
sudah selayaknya Pelaku Perbankan Syariah secara serius dan penuh komitmen
mengimplementasikan konsep tersebut sebagai bagian dari strategi pembangunan
Perbankan Syariah. Bank Indonesia sebagai regulator juga dapat menggunakan
otoritas pengawasannya untuk dapat memberikan akselerasi penerapan GCG demi
kepentingan Stakeholders Industri Perbankan Syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Mahmud, bank syariah, Jakarta
: ERLANGGA,2010
Ferry
N.idroes, manajemen risiko perbankan, Jakarta
: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2008
http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan , wikipedia, tata kelola perusahaan , diunduh 15 Mei 2015
http://pengertianx.blogspot.com/2013/05/makalah-pengertian-good-corporate-governance-di-indonesia.html ,pengertian good coorporate governance, diunduh 15 Mei 2015
ngenyiz.blogspot.in/2009/02/good-corporate-di-bank.html?m=1 Hendi hidayat, good corporate di
bank syariah, di unduh tanggal 15
Mei 2015
di unduh tnggl 25-5-2015
[1]
Laman : http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan , wikipedia, tata kelola perusahaan , diunduh 15 Mei 2015
[2]
Ferry N.idroes, manajemen risiko perbankan, (Jakarta :
PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2008) hal 245
[3]Laman: http://pengertianx.blogspot.com/2013/05/makalah-pengertian-good-corporate-governance-di-indonesia.html ,pengertian good coorporate governance, diunduh 15 Mei 2015
[4] Amir Mahmud, bank syariah, (Jakarta : ERLANGGA,2010) hal 78
[5] Laman : ngenyiz.blogspot.in/2009/02/good-corporate-di-bank.html?m=1
Hendi hidayat, good corporate
di bank syariah, di unduh tanggal 15
Mei 2015
di unduh tnggl 25-5-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar