Jumat, 26 Juni 2015

good corporate governance


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah berkembang menjadi krisis multi dimensi termasuk perekonomian sehingga menyebabkan banyak perbankan dan perusahaan besar menjadi bangkrut akibat lemahnya implementasi good corporate governance. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain adalah minimnya keterbukaan perusahaan berupa pelaporan kinerja keuangan, kewajiban kredit dan pengelolaan perusahaan terutama bagi perusahaan yang belum go public, kurangnya pemberdayaan komisaris sebagai organ pengawasan terhadap aktivitas manajemen dan ketidakmampuan akuntan dan auditor memberi kontribusi atas sistem pengawasan keuangan perusahaan.
Lemahnya implementasi good corporate governance akan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya berupa profit yang maksimal, tidak mampu mengembangkan perusahaan dalam persaingan bisnis serta tidak dapat memenuhi berbagai kepentingan stakeholders. Dan pada makalah ini lah kami akan menyampaikan apa saja yang terkait dengan good corporate governance. Agar perusahaan mengetahui cara mencapai prfit yang maksimal dan menjaga agar perusahaan ataupu lembaganya tetap bisa aktif dalam menjalankan usahanya.
B.        Tujuan
            Makalah  ini di buat dengan bertujuan agar kita semua mengetahui secara jelas tentang good corporate gorvernance. Mengetahui tujuan serta manfaatnya. Lalu mengerti factor yang berada dalam corporate governance. Serta mengetahui prinsip-prinsip, penerapan serta perbedaan good coporate bank syariah dengan bank konvensional
BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Corporate Governance
Tata Kelola Perusahaan (bahasa Inggris: corporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi.[1] Tata kelola perusahaan yang baik ( Good Corporate Governance) di industry perbankan di diskripsikan sebagai suatu hubungan antara komisaris dewan, dewan direktur eksekutif, pemangku kepentingan (stakeholders), dan pemegang saham.[2] Kata Corporate atau di-Indonesiakan menjadi Korporat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu organisasi bisnis yang memiliki status sebagai badan hukum yang jelas. Sebagai badan hukum maka korporat adalah subyek hukum yang menyandang hak dan kewajiban hukum sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan mengenai Korporat. Di Indonesia, dikenal dari segi hukum memiliki pengertian yang sedikit berbeda dengan istilah Company, atau Perusahaan.
Aktifitas korporat ini dijalankan dan dikendalikan oleh 3 unsur yang secara UU/40 2008 disebut 3 Organ Perseroan yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris, dan Direksi. Aktifitas ketiga Organ Perseroan inilah (dalam menjalankan dan mengendalikan korporat) yang dikenal dengan istilah Governance. Meski pada awalnya terdapat kesimpang-siuran kesamaan kata bahasa Indonesia untuk istilah ini, namun sejak 2007, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) resmi menggunakan istilah “Tatakelola” sebagai padanan kata resmi untuk istilah Governance ini.
Dari uraian di atas, nampak bahwa istilah Tatakelola ini memiliki perbedaan yang mendasar dengan istilah management, atau diindonesiakan menjadi “manajemen”. Istilah manajemen digunakan untuk menggambarkan aktifitas Direksi dan jajarannya sebagai badan eksekutif yang menjalankan operasi korporat sehari-hari. Sementara istilah Tatakelola lebih ditujukan pada aktifitas yang menggambarkan tata hubungan antara ketiga Organ Perseroan dan juga belakangan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) diarahkan juga untuk menggambarkan tata hubungan antara korporat selaku badan hukum dengan Stakeholders.
Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita, pengertian Corporate Governance dapat dipahami sebagai aktifitas Organ Perseroan dalam menjalankan aktifitas Korporasi sebagai badan hukum, baik secara intern maupun dalam hubungannya dengan para pemangku kepentingan yang berada di luar korporat.
B.            Tujuan Good Corporate Governance
Penerapan prinsip-prinsip GCG akan meningkatkan citra dan kinerja Perusahaan serta meningkatkan nilai Perusahaan bagi Pemegang Saham. Tujuan penerapan GCG adalah:
1. Memaksimalkan nilai perusahaan (perbankan )dengan cara meningkatkan penerapan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan;
2. Terlaksananya pengelolaan Perusahaan (perbankan)secara profesional dan mandiri;
3. Terciptanya pengambilan keputusan oleh seluruh Organ Perusahaan yang didasarkan pada nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4.Terlaksananya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap stakeholders;
5. Meningkatkan iklim investasi nasional yang kondusif.
C.            Manfaat Corporate Governance Bagi Perusahaan
1.    Meminimalkan Agency cost
            Selama ini pemegang saham harus menanggung biaya yang timbul sebagai akibat dari pendelegasian kewenangan kepada manajemen. Biaya ini bisa berupa kerugian karena manajemen menggunakan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadi maupun berupa biaya pengawasan yang dikeluarkan perusahaan untuk mencegah terjadinya hal tersebut.Bisya biaya inilah yang disebut dengan agency cost. Dengan penyusunan struktur dan pembagian fungsi yang baik biaya ini dapat ditekan serendah mungkin.
2.    Meminimalkan cost of capital ( biaya modal )
            Perusahaan yang dikelola dengan baik dan sehat akan menciptakan suatu referensi positif bagi kreditor. Kondisi ini sangat berperan dalam meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung bila perusahaan mengajukan pinjaman. Hal tersebut selain dapat memperkuat kinerja keuangan juga akan membuat produk perusahaan yang dilepas ke pasaran menjadi lebih kompetitif.


3.    Meningkatkan nilai saham perusahaan
            Sebuah perusahaan yang dikelola dengan baik akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Sebuah survey yang dilakukan oelh Russell Reynolds Associaties (1997) mengungkapkan bahwa kualitas komisaris adalah salah satu faktor utama yang dinilai oleh investor institusional sebelum mereka memutuskan untuk membeli saham. Hal ini akan terlihat terutama ketika seorang investor bermaksud melakukan investasi untuk jangka waktu yang lama.
4.    Mengangkat citra perusahaan
            Adalah salah jika kita berpendapat bahwa citra perusahaan bukan faktor penting yang harus diperhatikan. Dalam beberapa kasus, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperbaiki citra jauh lebih mahal ketimbang yang didapat dari mengabaikannya.
D. Faktor-faktor dalam Good Corporate Governance
1. Pimpinan perusahaan
            Faktor pertama yang dapat mempengaruhi pemberian opini audit Going Concern dalam Struktur Good Corporate Governance adalah mengenai pimpinan perusahaan. Dalam suatu perusahaan pasti terdapat satu pimpinan dengan karakteristiknya sendiri untuk mengatur kinerja perusahaan. Apabila sering terjadi pergantian pimpinan, maka karakteristik gaya kepemimpinan yang diterapkan tiap – tiap pimpinan kepada anak buahnya tentu saja akan berbeda – beda, sehingga akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Apabila kinerja perusahaan sudah terganggu, maka akan berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan tersebut, karena sudah tidak ada keseimbangan kinerja dalam perusahaan tersebut.

2. Faktor kepemilikan orang dalam (Insider Holding) dan faktor Blockholder.
            Faktor kedua yang dapat mempengaruhi pemberian opini audit Going-Concern dalam Struktur Good Corporate Governance adalah adanya faktor kepemilikan orang dalam (Insider Holding) dan faktor Blockholder. Faktor kepemilikan orang dalam dapat mempengaruhi keputusan auditor dalam memberikan opini dari segi tekanan dan pengaruh yang diberikan dari pemilik perusahaan kepada auditor dengan segala cara untuk dapat merubah opini yang akan diberikan oleh auditor, demikian juga dengan adanya faktor Blockholder. Blockholder disini adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak luar perusahaan sekurang – kurangnya sebesar 5% dari saham yang beredar. Dengan adanya kepemilikan saham tersebut, maka dari pihak luar juga merasa memiliki bagian kekuasaan dari perusahaan tersebut, sehingga keputusan pihak – pihak tersebut dapat menekan auditor untuk memberikan opini audit sesuai dengan keinginan pihak luar tersebut.
3. Faktor komite audit
            Faktor ketiga yang dapat mempengaruhi pemberian opini audit Going-Concern dalam Struktur Good Corporate Governance adalah faktor komite audit. Ada atau tidaknya komite audit dalam suatu perusahaan dapat mempengaruhi auditor dalam memberikan opini audit Going-Concern. Pengaruh yang diberikan komite audit terhadap pemberian opini audit, dapat dilihat dari keefektifan dan keefisienan kinerja komite audit itu sendiri dalam memeriksa dan membenarkan laporan audit perusahaannya, atau dapat juga dilihat dari banyaknya pertemuan atau rapat komite audit yang dilakukan. semakin sering dilakukan rapat atau pertemuan komite audit, maka dapat memberikan pengaruh terhadap pemberian opini audit dari segi kinerja komite audit, karena dengan semakin banyaknya dilakukan pertemuan atau rapat tersebut, maka kinerja mereka akan semakin terlihat untuk membenahi laporan keuangan yang salah untuk memajukan perusahaan.
4.      Faktor Kelangsungan Hidup Perusahaan itu sendiri
            Faktor kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Didalam Faktor Kelangsungan Hidup Perusahaan tersebut, terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terganggunya hidup perusahaan, diantaranya adalah menyangkut mengenai laporan keuangan perusahaan, masalah-masalah internal perusahaan seperti masalah karyawan, sistem perusahaan, dan sebagainya, serta masalah-masalah eksternal seperti masalah pada pemasok yang memberikan suplai kepada perusahaan, peraturan-peraturan yang dapat merugikan perusahaan, dan sebagainya.
E.   Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Dalam pelaksanaan Good Coorporate Governance, perbankan menggunakan prinsip-prinsip yang diperkenalkan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), Komite Nasional GCG (KN-GCG) dan The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), serta Keputusan Menteri Negara BUMN No. 117/M-MBU/2002, tanggal 1 Agustus 2002. Perusahaan menjabarkan prinsip-prinsip GCG untuk pelaksanaan lebih lanjut dengan menggunakan Manual GCG dan Board Manual. Prinsip-prinsip utama yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya corporate governance yang baik adalah :
1.      Transparency (Transparansi) yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tranparasi sebagai berikut:
a.       Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.
b.      Informasi yang harus diungkapkan meliputi hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendalian, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank.
c.       Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
d.      Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut.
2.      Accountability (Akuntabilitas) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif.  Dalam struktur organisasi Bank yang sesuai dengan accountability harus sesuai dengan beberapa kriteria sebagai berikut:
a.    Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan.
b.    Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG.
c.    Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam pengelolaan bank.
d.   Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan (corporate values), sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki rewards and punishment system.

3.      Responsibility (Pertanggung jawaban) yaitu kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan Bank yang sehat.
4.      Professional (Profesional) yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif, dan bebas dari pengaruh/tekanan dari pihak manapun (independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank syariah .
5.      Fairness (Kewajaran) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian Good Governance, Good Corporate Governance Adalah...
Gambar1.1[3]

Adapun beberapa prinsip Islam yang mendukung bagi GCG atau tatakelola di dunia perbankan adalah prinsip-prinsip syariah. Islam sangat intens mengajarkan diterapkannya prinsip:
1.      Shidiq
Nilai ini memastikan bahwa pengelolaan bank syari’ah dilakukan dengan moralitas menjujung tinggi nilai kejujuran.
2.      Tabligh
Secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk, dan jasa perbankan syari’ah.
3.      Amanah
Nilai ini menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana sehingga timbul rasa saling percaya antara pihak pemilik dana dan pihak pengeola dana investasi.
4.      Fatanah
Nilai ini memastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehngga menghasilkan  keuntungan maksimum dalam tingkat risiko yang ditetapkan bank. [4]
’Adalah (keadilan), tawazun (keseimbangan), mas’uliyah (akuntanbilitas) , akhlaq (moral)  , hurriyah (independensi dan kebebasan yang bertanggungjawab), ihsan (profesional), wasathan (kewajaran), idarah (pengelolaan), khilafah (kepemimpinan), aqidah (keimanan), ijabiyah (berfikir positif), raqabah (pengawasan), qira’ah dan ishlah(organisasi yang terus belajar dan selalu melakukan perbaikan)[5] .

F.   Penerapan GCG Di Perbankan Syariah
Penerapan Good Corporate Governance di lembaga perbankan syari’ah menjadi sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan. Bahkan bank-bank syariah harus tampil sebagai pionir terdepan dalam mengimplementasikan GCG tersebut. Dalam kerangka itulah IFSB (Islamic Financial Service Board), baru-baru ini mengekspose draft GCG untuk Lembaga keuangan Syariah. Rencananya, draft tersebut akan disahkan pada bulan November mendatang
Jika draft GCG tersebut disahkan, maka ia akan menjadi pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan lembaga keuangan syariah di semua negara. Sebelum disahkan, IFSB mengharapkan masukan dari para akademisi dan praktisi ekonomi Islam di seluruh dunia. Kini draft tersebut sudah diekspose di tiga negara, Inggris (london), Lebanon (Beirut), dan di Indonesia (Jakarta).
Pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan perkembangan yang  cepat tersebut, satu hal perlu dicermati adalah aspek Good Coorporate Govarnance (GCG) karena terkait dengan berbagai macam resiko kerugian yang jika tidak diperhatikan akan merusak citra syariah di masa depan dan menjerumuskan bank syariah ke jurang kehancuran.
Bank syariah yang semakin mekar tersebut, wajib dicegah dari  berbagai resiko kerugian, baik kerugian finansial maupun resiko reputasi. Dr. Muliaman D Hadad, Deputy Gubernur BI, berkali-kali mengingatkan pegiat bank syariah agar ekstra keras mengawal bank syariah dari kemungkinan buruk di masa depan. Sekali sebuah  lembaga perbankan syariah bermasalah , maka citra bank syariah akan rusak. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, dibutuhkan biaya besar dan waktu yang panjang.
 Prof. Dr M.Umer Chapra dalam buku Corporate Governance for Islamic Banking, menekankan pentingnya  penerapan Good Corporate Governance yang efektif di lembaga keuuangan syariah.  GCG adalah pilar penting yang harus diciptakan untuk mewujudkan bank syariah yang unggul dan tangguh. Penerapan  GCG semakin penting, karena konsep bank syariah menggunakan risk sharing.
 Menurut Umer Chapra, diantara sarana pendukung corporate governance  yang terpenting adalah kontrol internal, manajemen resiko, tranparansi, akuntansi dan disclosure pembiayaan, pemurnian dan audit syariah, regulasi dan pengawasan yang prudent.[6]
  Pelaksaaan Good Corporate Governance perbankan syariah tidak hanya dimaksudkan untuk memperoleh pengelolaan bank yang sesuai dengan lima prinsip dasar dan sesuai dengan prinsip syariah, akan tetapi juga di tujukan untuk kepentingan yang lebih luas. Kepetingan ini antara lain adalah untuk melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan syariah.
Untuk penerapan GCG yang efektif di lembaga perbankan syariah, maka Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru, yaitu PBI Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009  tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. PBI ini mulai diberlaukan terhitung sejak 1 Januari 2010. PBI GCG Bank Syariah  ini mengatur penerapan GCG bagi Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) .
 Tujuan penerapan GCG di bank syariah adalah dalam rangka menciptakan kemaslahatan bank syariah dan ekonomi umat dan bangsa di masa depan. Peraturan Bank Indonesia ini tidak boleh dipandang sebagai upaya mempersulit tugas –tugas praktisi dan Dewan Pengawas Syartiah. Dewan pengawas Syariah tidak boleh memaksakan diri menjadi DPS  kalau memang tidak mampu dan atau tidak punya waktu.  Atribut syariah memang  terlalu sakral bagi pejuang dan da’i ekonomi syariah. Jika bank syariah tercemar oleh penyimpangan dan masalah keuangan yang menyebabkan runtuhnya salah satu bank syariah, maka citra syariah secara menyeluruh akan tergores. Karena itu  penerapan GCG bank syariah sudah merupakan tuntutan syariah dan dakwah

G.      Perbedaan Antara Penerapan GCG Di Bank Syariah Dan Bnak Konvensional
1. Bank Syariah
a.       Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam
b.      Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank
c.       Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
d.      Prinsip bagi hasil:
1)        Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi
2)        Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
3)        Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
4)        Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil
5)        Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
2. Bank Konvensional
a. Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja
b. Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang
c. Sistem bunga:
1) Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank.
2) Besarnya presentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
3) Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
4) Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
5) Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Perbedaan implementasi GCG pada perbankan syariah dan konvensional terletak pada syariah compliance yaitu kepatuhan pada syariah. Sedangkan prinsip-prinsip transparansi, kejujuran, kehati-hatian, kedisiplinan merupakan prinsip universal yang juga terdapat dalam aturan GCG konvensional. Hasil penelitian Idat menunjukkan bahwa terjadi penurunan kepatuhan Bank Syariah terhadap prinsip syariah.
Berdasarkan survey dan penelitian mengenai preferensi masyarakat yang dilakukan oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi ditemukan adanya keraguan masyarakat terhadap kepatuhan syariah oleh Bank Syariah. Komplain yang sering muncul adalah aspek pemenuhan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah (sharia compliance). Salah satu pilar penting dalam pengembangan bank syariah adalah syariah compliance. Pilar inilah yang menjadi pembeda utama antara bank syariah dengan bank konvensional. Untuk menjamin teraplikasinya prinsip-prinsip syariah di lembaga perbankan, diperlukan pengawasan syariah yang diperankan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam pokok-pokok hasil penelitian Bank Indonesia menyatakan bahwa nasabah yang menggunakan jasa Bank Syariah, sebagian memiliki kecenderungan untuk berhenti menjadi nasabah antara lain karena keraguan akan konsistensi penerapan prinsip syariah. Kepatuhan dan kesesuaian Bank terhadap prinsip syariah sering dipertanyakan oleh para nasabah. Secara Implisit hal tersebut menunjukkan bahwa praktik perbankan syariah selama ini kurang memperhatikan prinsip-prinsip syariah, salah satu penyebab reputasi dan kepercayaan masyarakat pada bank syariah hal ini juga akan berdampak pada loyalitas masyarakat menggunakan jasa bank syariah.
Peningkatan reputasi dan kepercayaan nasabah dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan perkembangan bank syariah dan sekaligus sebagai prediksi keberhasilan bank syariah di masa yang akan datang dalam rangka meningkatkan market sharenya.
Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah diuraikan, dapat diperoleh gambaran latar belakang atas permaalahan pada market share dan penurunan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah pada bank syariah maka dengan mengimplementasikan syariah governance akan berdampak pada peningkatan reputasi dan kepercayaan pada bank syariah yang pada akhirnya akan meningkatkan market share bank syariah. Oleh karena itu tujuan penelitian adalah untuk mengetahui implementasi syariah governance serta implikasinya terhadap reputasi dan kepercayaan pada bank Syariah.[7]

Dapat di simpulkan bahwa GCG syariah dengan konvensional dapat perbedaan seperti :
1.      Konvensional        : prinsip kehati-hatian
Syari’ah                 : terdapatnya prinsip kepatuhan dan syariah.
2.      Konvensional        : melindungi kepentingan tertentu.
Syari’ah                 : adanya lembaga yang mengawasi seperti                                                     DPS/DSN.






BAB III
KESIMPULAN
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997, disebabkan antara lain oleh belum diterapkannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance oleh pelaku ekonomi nasional. Sejalan dengan era globaalisasi, maka prinsip-prinsip Good Corporate Governance menempati posisi yang sangat penting bagi investor dalam melakukan penilaian dan keputusan-keputusan investasinya.
Dengan diterapkannya prinsip Good Corporate Governance maka akan menambah kepercayaan dan keyakinan dari pemegang saham, seluruh stakeholder dan investor terhadap perusahaan serta melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas/Manajer/Karyawan dari tuntutan hokum dan dari campur tangan pihak-pihak tertentu diluar mekanisme korporasi, karena segala sesuatunya dilaksanakan sesuai dengan aturan.
Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance merupakan sarana untuk memperbaiki citra buruk Indonesia, oleh karena itu kita harus berperan serta dalam mengubah wajah bangsa, mengembalikan martabat yang telah lama hilang, yaitu melalui penerapan Good Corporate Governance secara nyata dan konsisten.
Dengan banyaknya manfaat penerapan GCG dalam Industri Perbankan Syariah dan sudah cukupnya regulasi yang mengatur pelaksanaan GCG Industri Perbankan Syariah, sudah selayaknya Pelaku Perbankan Syariah secara serius dan penuh komitmen mengimplementasikan konsep tersebut sebagai bagian dari strategi pembangunan Perbankan Syariah. Bank Indonesia sebagai regulator juga dapat menggunakan otoritas pengawasannya untuk dapat memberikan akselerasi penerapan GCG demi kepentingan Stakeholders Industri Perbankan Syariah.
DAFTAR PUSTAKA

Amir Mahmud, bank syariah, Jakarta : ERLANGGA,2010
Ferry N.idroes, manajemen risiko perbankan, Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2008

http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan , wikipedia, tata kelola perusahaan , diunduh 15 Mei 2015
ngenyiz.blogspot.in/2009/02/good-corporate-di-bank.html?m=1 Hendi hidayat, good corporate di bank syariah,  di unduh tanggal 15 Mei 2015

di unduh tnggl 25-5-2015



[1] Laman : http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan , wikipedia, tata kelola perusahaan , diunduh 15 Mei 2015
[2] Ferry N.idroes, manajemen risiko perbankan, (Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2008) hal 245
[3]Laman:  http://pengertianx.blogspot.com/2013/05/makalah-pengertian-good-corporate-governance-di-indonesia.html ,pengertian good coorporate governance, diunduh 15 Mei 2015
[4] Amir Mahmud, bank syariah, (Jakarta : ERLANGGA,2010) hal 78
[5] Laman : ngenyiz.blogspot.in/2009/02/good-corporate-di-bank.html?m=1 Hendi hidayat, good corporate di bank syariah,  di unduh tanggal 15 Mei 2015